Kamis, 15 Mei 2014

askep aritmia yang mengancam jiwa



ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ARITMIA

A.    Definisi

Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999). Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel (Price, 1994). Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi, 1996).

B.    Etiologi

Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :
1.        Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi)
2.        Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
3.        Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat anti aritmia lainnya
4.        Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)
5.        Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung
6.        Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
7.        Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis)
8.        Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)
9.        Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung
10.    Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi jantung)




C.    Macam – macam aritmia

1.     Sinus Takikardi
Meningkatnya aktifitas nodus sinus, gambaran yang penting pada ECG adalah : laju gelombang lebih dari 100 X per menit, irama teratur dan ada gelombang P tegak disandapan I,II dan aVF.
2.     Sinus bradikardi
Penurunan laju depolarisasi atrim. Gambaran yang terpenting pada ECG adalah laju kurang dari 60 permenit, irama teratur, gelombang p tgak disandapan I,II dan aVF.
3.     Komplek atrium prematur
Impul listrik yang berasal di atrium tetapi di luar nodus sinus menyebabkan kompleks atrium prematur, timbulnya sebelu denyut sinus berikutnya. Gambaran ECG menunjukan irama tidak teratur, terlihat gelombang P yang berbeda bentuknya dengan gelombang P berikutnya.
4.     Takikardi Atrium
Suatu episode takikardi atrium biasanya diawali oleh suatu kompleks atrium prematur sehingga terjadi reentri pada tingkat nodus AV.
5.     Fluter atrium.
Kelainan ini karena reentri pada tingkat atrium. Depolarisasi atrium cept dan teratur, dan gambarannya terlihat terbalik disandapan II,III dan atau aVF seperti gambaran gigi gergaji
6.     Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium bisa tibul dari fokus ektopik ganda dan atau daerah reentri multipel. Aktifitas atrium sangat cepat.sindrom sinus sakit
7.     Komplek jungsional prematur
8.     Irama jungsional
9.     Takikardi ventrikuler

D.    Pathofisiologi

Terlampir

D.    Manifestasi klinis

a.    Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi;  bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.
b.   Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
c.    Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
d.   Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
e.    demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

E.    Pemeriksaan Penunjang

1.        EKG   : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
2.        Monitor Holter            : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
3.        Foto dada       : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
4.        Skan pencitraan miokardia     : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
5.        Tes stres latihan          : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.
6.        Elektrolit         : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.
7.        Pemeriksaan obat       : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
8.        Pemeriksaan tiroid     : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.
9.        Laju sedimentasi         : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
10.    GDA/nadi oksimetri    : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.

F.     Penatalaksanaan Medis

1.      Terapi medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
a. Anti aritmia Kelas 1            : sodium channel blocker
§ Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang menyertai anestesi.
Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
§ Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.
Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT
§ Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
b.   Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)
Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi
c.   Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang
d.  Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia
2.      Terapi mekanis
a.    Kardioversi  : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
b.   Defibrilasi    : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat.
c.    Defibrilator kardioverter implantabel          : suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
d.   Terapi pacemaker    : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.

G.   Pengkajian

Pengkajian primer :
1.     Airway
¨      Apakah ada peningkatan sekret ?
¨      Adakah suara nafas : krekels ?
2.     Breathing
¨      Adakah distress pernafasan ?
¨      Adakah hipoksemia berat ?
¨      Adakah retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas ?
¨      Apakah ada bunyi whezing ?
3.     Circulation
¨      Bagaimanakan perubahan tingkat kesadaran ?
¨      Apakah ada takikardi ?
¨      Apakah ada takipnoe ?
¨      Apakah haluaran urin menurun ?
¨      Apakah terjadi penurunan TD ?
¨      Bagaimana kapilery refill ?
¨      Apakah ada sianosis ?
Pengkajian sekunder
1.      Riwayat penyakit
§ Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi
§ Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi
§ Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi
§ Kondisi psikososial



2.      Pengkajian fisik
a.    Aktivitas       : kelelahan umum
b.   Sirkulasi       : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi;  bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun berat.
c.    Integritas ego           : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak,marah, gelisah, menangis.
d.   Makanan/cairan      : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit
e.    Neurosensori           : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
f.    Nyeri/ketidaknyamanan       : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
g.   Pernafasan  : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
h.   Keamanan   : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

H.    Diagnosa keperawatan dan Intervensi

1.        Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.

Kriteria hasil   :
a.    Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa
b.   Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia
c.    Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.


Intervensi :
d.   Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan, amplitudo dan simetris.
e.    Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra, penurunan nadi.
f.    Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan.
g.   Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi; disritmia atrial; disritmia ventrikel; blok jantung
h.   Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.
i.     Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi
j.     Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah mengkerut, menangis, perubahan TD
k.   Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi
l.     Kolaborasi :
m. Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit
n.   Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
o.   Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmi
p.   Siapkan untuk bantu kardioversi elektif
q.   Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung
r.     Masukkan/pertahankan masukan IV
s.    Siapkan untuk prosedur diagnostik invasif
t.     Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrilator

2.        Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.

Kriteria hasil   :
a.    menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan
b.   Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping obat


Intervensi :
c.    Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal
d.   Jelakan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan terapeutik pada pasien/keluarga
e.    Identifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh kelemahan, perubahan mental, vertigo.
f.    Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan bila dosis terlupakan
g.   Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan
h.   Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein
i.     Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa pulang
j.     Anjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat
k.   Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu jantung dan gejala yang memerlukan intervensi medis
l.     Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus, manuver Valsava bila perlu

Rabu, 14 Mei 2014

Prosedur Bronchial Toilet


A. pengertian

        Sumbatan jalan nafas merupakan salah satu penyebab kematian utama yang kemungkinan masih dapat diatasi. Penolong harus dapat mengenal tanda-tanda dan gejala-gejala sumbatan jalan nafas dan menanganinya dengan cepat walaupun tanpa menggunakan alat yang canggih.

        Sumbatan jalan nafas dapat dijumpai baik di dalam rumah sakit maupun di luar rumah sakit. Di luar rumah sakit misalnya penderita tersedak makanan padat sehingga tersumbat jalan nafasnya, sedangkan di dalam rumah sakit misalnya penderita tidak puasa sewaktu akan dilaksanakan pembedahan sehingga dapat terjadi aspirasi yang dapat menyumbat jalan nafasnya.

SEBAB-SEBAB SUMBATAN JALAN NAFAS
Penyebab sumbatan jalan nafas yang sering kita jumpai adalah dasar lidah, palatum mole, darah atau benda asing yang lain. Dasar lidah sering menyumbat jalan nafas pada penderita koma, karena pada penderita koma otot lidah dan leher lemas sehingga tidak mampu mengangkat dasar lidah dari dinding belakang farings. Hal ini sering terjadi bila kepala penderita dalam posisi fleksi.
Benda asing, seperti tumpahan atau darah di jalan nafas atas yang tidak dapat ditelan atau dibatukkan oleh penderita yang tidak sadar dapat menyumbat jalan nafas. Penderita yang mendapat anestesi atau tidak, dapat terjadi laringospasme dan ini biasanya terjadi oleh karena rangsangan jalan nafas atas pada penderita stupor atau koma yang dangkal.
Sumbatan jalan nafas dapat juga terjadi pada jalan nafas bagian bawah, dan ini terjadi sebagai akibat bronkospasme, sembab mukosa, sekresi bronkus, masuknya isi lambung atau benda asing ke dalam paru.

MACAM SUMBATAN JALAN NAFAS
Sumbatan jalan nafas dapat total dan partial. Sumbatan jalan nafas total bila tidak dikoreksi dalam waktu 5 sampai 10 menit dapat mengakibatkan asfiksia (kombinasi antara hipoksemia dan hiperkarbi), henti nafas dan henti jantung. Sumbatan partial harus pula dikoreksi karena dapat menyebabkan kerusakan otak, sembab otak, sembab paru, kepayahan, henti nafas dan henti jantung sekunder.

CARA MENGENAL SUMBATAN JALAN NAFAS
Pada sumbatan jalan nafas total tidak terdengar suara nafas atau tidak terasa adanya aliran udara lewat hidung atau mulut. Terdapat pula tanda tambahan yaitu adanya retraksi pada daerah supraklavikula dan sela iga bila penderita masih bisa bernafas spontan dan dada tidak mengembang pada waktu inspirasi. Pada sumbatan jalan nafas total bila dilakukan inflasi paru biasanya mengalami kesulitan walaupun dengan tehnik yang benar.
Pada sumbatan jalan nafas partial terdengar aliran udara yang berisik dan kadang-kadang disertai retraksi. Bunyi lengking menandakan adanya laringospasme, dan bunyi seperti orang kumur menandakan adanya sumbatan oleh benda asing.

PENANGANAN JALAN NAFAS DARURAT
Penanganan jalan nafas terutama ditujukan pada penderita tidak sadar, yang memerlukan tindakan cepat sampai sumbatan teratasi. Sambil meminta pertolongan orang lain dengan cara berteriak kita harus tetap disamping penderita. Pertama-tama yang kita lakukan pada penderita tidak sadar dan mengalami sumbatan jalan nafas adalah ekstensi kepala karena gerakan ini akan meregangkan struktur leher anterior sehingga dasar lidah akan terangkat dari dinding belakang farings. Disamping ekstensi kepala kadang-kadang masih diperlukan pendorongan mandibula ke depan untuk membuka mulut karena kemungkinan adanya sumbatan pada hidung. Kombinasi ekstensi kepala, pendorongan mandibula kedepan dan pembukaan mulut disebut gerak jalan nafas tripel (Safar). Orang yang tidak sadar rongga hidung dapat tersumbat selama ekspirasi, karena palatum mole bertindak sebagai katup.

EKSTENSI KEPALA
Pada penderita sadar, sebaiknya penderita ditelentangkan dan muka menghadap keatas, kemudian kepala diekstensikan dengan cara leher diangkat keatas. Hati-hati pada penderita dengan kecelakaan karena kemungkinan adanya patah tulang leher, sehingga mengangkat leher sering tidak dilakukan.
Teknik ekstensi kepala ialah tangan penolong mengangkat leher korban dan tangan yang lain diletakkan pada dahinya (Gb. 1 B ). Teknik ini menyebabkan mulut sedikit terbuka.
Jika mulutnya tertutup atau dagunya terjatuh, maka dagu harus ditopang, dengan cara memindahkan tangan yang dibawah leher untuk menopang dagu ke depan, sambil membuka mulutnya sedikit, tanpa menekan bagian leher di bawah dagu karena dapat menyebabkan sumbatan ( Gb. I C ).
Kalau penderita mempunyai gigi palsu yang terpasang baik, jangan dilepas, karena gigi palsu dapat mempertahankan bentuk mulut, sehingga memudahkan ventilasi buatan. Jika dengan cara mengangkat leher keatas dan menekan dahi masih saja jalan nafas tidak lancar maka segera mendorong mandibula ke depan dan membuka mulut.
Penderita yang tidak sadar sebaiknya diletakkan horizontal dan dagu didorong kedepan atau leher diganjal dengan apa saja (kalau ada semacam guling kecil ) sehingga jalan nafas tetap lancar.
Hati-hati pada penderita trauma, kepala-leher-dada harus dipertahankan dalam posisi garis lurus, karena ditakutkan menambah cedera pada tulang belakang bila tidak pada posisi tersebut ( Gb. 2A).
Pada penderita tidak sadar dan masih bisa bernafas spontan diletakkan pada posisi sisi mantap. Posisi sisi mantap lebih sering diterapkan pada musibah masal, karena selain menghemat jumlah tenaga penolong juga memudahkan pengeluaran benda asing cair dari mulut penderita.

CARA MELAKUKAN POSISI SISI MIRING MANTAP
1.Fleksikan tungkai yang terdekat pada penolong.
2.Letakkan tangan yang terdekat dengan penolong dibawah pantat penderita.
3.Secara lembut gulirkan penderita ke arah penolong.
4.Ekstensikan kepala penderita. Letakkan tangan penderita yang sebelah atas dibawah pipi sebelah bawah untuk mempertahankan ekstensi kepala dan mencegah penderita bergulir ke depan.
Lengan sebelah bawah yang berada di punggung penderita mencegah penderita bergulir kebelakang.

GERAK JALAN NAFAS TRIPEL
Gerak jalan nafas tripel merupakan kombinasi antara ekstensi kepala, pembukaan mulut dan pendorongan mandibula ke depan.
A.Penolong pada verteks penderita, untuk penderita yang masih bernafas spontan.
B.Penolong pada sisi penderita bila penderita tidak bernafas dan penolong siap untuk melakukan pernafasan bantu.
C.Gerak jalan nafas tripel yang dimodifikasi dengan mengangkat mandibula dengan ibu jari (hanya untuk pasien lemas).

PEMBERSIHAN JALAN NAFAS MANUAL
Bila dicurigai ada benda asing di jalur nafas atas, maka mulut harus dibuka dengan paksa dan mengeluarkan benda asing tersebut.
Ada 3 cara untuk membuka mulut dengan paksa :
a.Gerak jari menyilang, untuk mandibula yang agak lemas.
b.Gerak jari dibelakang gigi geligi untuk mandibula yang kaku.
c.Gerak angkat mandibula lidah, untuk mandibula yang sangat lemas.
A.Gerak jari menyilang.
Penolong pada verteks atau samping kepala penderita.
Jari telunjuk pneolong di masukkan ke dalam sudut mulut penderita dan tekankan jari tersebut pada gigi geligi atasnya, kemudian tekanlah gigi geligi bawah dengan ibu jari yang menyilang jari telunjuk tadi sehingga mulut secara paksa membuka.
B.Gerak jari di belakang gigi geligi.
Masukkan satu jari telunjuk di antara pipi dan gigi geligi penderita dan ganjalkan ujung jari telunjuk tadi di belakang molar terakhir.
C.Gerak angkat mandibula lidah.
Ibu jari penolong dimasukkan ke dalam mulut dan farings penderita dan dengan ujung ibu jari penolong dasar lidah diangkat. Jari-jari yang lain memegang mandibula tadi pada dagu dan mengangkatnya ke depan.
Gerakan – gerakan A, B dan C tadi selain untuk membuka mulut secara paksa juga digunakan menghisap benda asing, memasukkan alat jalan nafas dan laringoskop.

PUKULAN DAN HENTAKAN UNTUK SUMBATAN BENDA ASING
Pada penderita sadar yang mengalami aspirasi sehingga menyebabkan sumbatan partial sebaiknya penderita disuruh batuk dan meludahkannya. Pada penderita yang mengalami sumbatan total baik penderitanya sadar ataupun tidak apalagi sianosis, maka segera lakukan tindakan yang mungkin masih efektif dan dibenarkan.
Langkah-langkah untuk pukulan dan hentakan yang dianjurkan :
Pada penderita sadar.
1.Penderita disuruh membatukkan keluar benda asing tersebut. Bila dalam beberapa detik tindakan tersebut gagal, suruh penderita membuka mulut, dan bila penderita tidak sadar, buka mulutnya secara paksa, dan segera bersihkan mulut dan faringnya dengan jari.
Kalau keadaan memungkinkan kita menggunakan laringoskop dan forsep Magill untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
2.Bila cara no.1 gagal, maka pada penderita sadar :
Lakukan tiga sampai empat kali pukulan punggung (Gb.6a) diikuti tiga sampai lima kali hentakan abdomen atau dada (Gb.6b) dan ulangi usaha-usaha pembersihan (Gb.5).
Pada penderita tidak sadar :
Penderita diletakkan pada posisi horizontal dan usahakan ventilasi paru. Jika tindakan ini gagal, maka lakukan pukulan punggung sebanyak 3-5 kali, diikuti 3-5 kali hentakan abdomen atau hentakan dada. Ulangi usaha pembersihan dan ventilasi. Jika tindakan tersebut juga mengalami kegagalan, maka ulangi urutan ventilasi, pukulan punggung, hentakan dada, penyapuan dengan jari sampai penolong berhasil memberi ventilasi atau sampai perlengkapan untuk mengeluarkan benda asing dari jalan nafas secara langsung tiba. Selama melakukan tindakan-tindakan tersebut diatas periksa denyut nadi pembuluh darah besar, bila tidak teraba, segera lakukan Resusitasi Jantung Paru.
3.Tindakan terakhir yang masih dapat kita lakukan adalah, krikotirotomi, dan ini hanya dapat dilakukan oleh tenaga terlatih.

CARA-CARA MELAKUKAN PEMUKULAN PUNGGUNG DAN HENTAKAN ABDOMEN
Untuk pukulan punggung (A) lakukan 3 sampai 5 kali pukulan dengan pangkal telapak tangan diatas tulang belakang korban diantara kedua tulang belikatnya. Jika mungkin rendahkan kepala dibawah dadanya untuk memanfaatkan gravitasi.
Untuk hentakan abdomen (B) berdirilah di belakang penderita, lingkarkan kedua lengan penolong mengitari pinggang penderita, pergelangan atau kepalan tangan penolong berpegangan satu sama lain, letakkan kedua tangan penolong pada abdomen antara pusat dan prosesus sifoideus penderita dan kepalan tangan penolong menekan ke arah abdomen dengan hentakan cepat. Ulangi 3 sampai 5 kali. Hindari prosesus sofoideus.
Hentakan dada diatas sternum bawah kurang menimbulkan bahaya, lebih-lebih pada wanita hamil atau gemuk.

CARA-CARA PUKULAN PUNGGUNG (A) DAN HENTAKAN ABDOMEN (B) UNTUK SUMBATAN BENDA ASING PADA KORBAN BERBARING YANG TIDAK SADAR
Untuk pukulan punggung (A) gulirkan penderita pada sisinya sehingga menghadap penolong, dengan dadanya bertumpu pada lutut penolong, berikan 3 sampai 5 kali pukulan tajam dengan pangkal telapak tangan penolong diatas tulang belakang penderita, diantara kedua tulang belikat.
Untuk hentakan abdomen (B) letakkan penderita telentang (muka menghadap ke atas), penolong berlutut disamping abdomen penderita atau mengangkanginya. Penolong meletakkan tangan diatas tangan lainnya, dengan pangkal telapak tangan sebelah bawah digaris tengah antara pusat dan prosesus sifoideus penderita. Miringkan sehingga bahu penolong berada diatas abdomen penderita dan tekan ke arah diafragma dengan hentakan cepat ke dalam dan keatas. Jangan menekan ke arah kiri atau kanan garis tengah. Jika perlu ulangi 3 sampai 5 kali.

PUKULAN PUNGGUNG PADA BAYI DAN ANAK KECIL
Peganglah anak dengan muka kebawah, topanglah dagu dan leher dengan lutut dan satu tangan penolong kemudian lakukan pemukulan pada punggung secara lembut antara kedua tulang belikat bayi. Pada tindakan hentakan dada, letakkan bayi dengan muka menghadap keatas pada lengan bawah penolong, rendahkan kepala dan berikan hentakan dada secara lambat dengan dua atau tiga jari seperti kalau kita melakukan kompresi jantung luar. Jika jalan nafas anak hanya tersumbat partial, anak masih sadar serta dapat bernafas dalam posisi tegak, maka sebaiknya tindakan dikerjakan dengan peralatan yang lebih lengkap, bahkan mungkin menggunakan tindakan anestesi. Tindakan hentakan abdomen jangan dilakukan pada bayi dan anak kecil.

MEMBERSIHKAN JALAN NAFAS
Membersihkan jalan nafas ada dua cara :
a.Dengan manual
b.Dengan penghisapan
a.Dengan manual, sudah disinggung pada bab terdahulu.
b.Dengan penghisapan.
Penghisapan benda asing dari jalan anfas ada dua cara :
1.Penghisapan benda asing dari daerah farings, hendaknya menggunakan penghisapan dengan tekanan negatif yang besar.
2.Penghisapan benda asing dari daerah trakheobronkus, hendaknya menggunakan penghisap dengan tekanan negatif yang lebih kecil, karena kalau terlalu besar dapat menyebabkan paru kolaps, sehingga paru dapat cedera dan penderita dapat mengalami asfiksi.
Untuk penghisapan di daerah trakheobronkus dan nasofaring sebaiknya menggunakan kateter dengan ujung lengkung dan lunak yang diberi jelly mulai dari ujung kateter sampai hampir seluruh kateter. Ujung yang lengkung tersebut memungkinkan kateter dapat dimasukkan ke dalam salah satu bronkus utama, sedangkan kalau kita menggunakan kateter yang lurus biasanya masuk ke bronkus kanan. Kalau kita ingin memasukkan kateter kedalam bronkus utama kiri sebaiknya kepala penderita dimiringkan ke kanan. Diameter kateter seharusnya kurang dari setengah diameter pipa trakea.

INTUBASI.
Intubasi dapat berupa intubasi farings dan intubasi trakea.
Untuk intubasi farings dapat menggunakan :
•pipa nasofarings
•pipa orofarings
•pipa S.
1.Pipa nasofarings
Terbuat dari karet atau plastik yang sangat lunak. Pada waktu memasang alat ini, sebaiknya pipa nasofarings diberi pelicin (KYJelly) dan lubang hidung disemprot dengan ”xylocain spray”, lebih-lebih pada penderita sadar atau stupor, atau memasukkan pipa terlalu dalam. (Gb.9)
Tujuan ”xylocain spray” untuk menghindari laringospasme.
2.Pipa Orofarings
Sering kita sebut Guedel.
3.Pipa S

INTUBASI TRAKEA.
Pipa Endotrakea terdiri dari berbagai ukuran mulai dari 2,5, sampai 10.
Pada penderita gawat nafas dan tidak sadar, intubasi trakea merupakan pilihan terakhir, karena cara ini agak sukar dan harus berpengalaman. (Gb.12)

PERLENGKAPAN
1.Laringoskop
Laringoskop ada dua macam.
Laringoskop Magill, yaitu daun laringoskop lurus.
Laringoskop Macintosh, yaitu daun laringoskop bengkok.
Daun laringoskop yang lurus digunakan untuk mengangkat epiglottis secara langsung, sedangkan daun yang bengkok yang dimasukkan kedalam valekula tepat diatas epiglottis, mengangkat epiglottis tidak langsung dengan menarik frenulum glosoepiglotis. Daun laringoskop yang bengkok tidak menyentuh larings dan karena itu mungkin kurang traumatik dan kurang merangsang refleks, juga memberi ruangan lebih luas untuk melihat dan memasukkan pipa. Intubasi pada anak memerlukan daun laringoskop pediatri khusus.
2.Pipa endotrakea
Sebaiknya kita memilih pipa endotrakea dengan balon lunak volume besar dengan tekanan rendah (high volome low pressure). Untuk anak kecil dan bayi pipa endotrakea tanpa balon. Pipa sebaiknya dibuat dari plastik yang tidak iritatif.
Perlengkapan untuk intubasi orotrakhea/nasotrakhea

CARA INTUBASI OROTRAKEA
Untuk belajar intubasi orotrakea harus latihan dibawah supervisi sampai sempurna. Sudah barang tentu pertama-tama harus dengan manekin intubasi dewasa dan anak, kemudian pada penderita tetapi dalam keadaan teranestesi.
Urutan yang perlu diperhatikan :
1.Mintalah asisten jika mungkin.
2.Pilih, siapkan dan periksa perlengkapan :
a.Pilih ukuran pipa trakea yang tepat dan satu pipa cadangan dengan ukuran lebih kecil.
b.Pilih ukuran dan jenis laringoskop yang tepat.
c.Beri pelicin analgetika yang mudah larut dalam air pada pipa trakea.
d.Periksa balon dengan mengembangkan balon tersebut dan setelah itu kempiskan lagi.
3.Letakkan penderita pada posisi telentang, dengan oksiput ditinggikan dan kepala diekstensi sehingga trakea dan daun laringoskop berada dalam satu garis lurus.
4.Oksigenasi penderita, sebaiknya dengan oksigen 100% selama dua sampai tiga menit (jika keadaan memungkinkan).
5.Memasukkan pipa endotrakea :
a.Mula-mula buka mulut penderita dengan tangan kanan penolong (gerak jari menyilang).
b.Pegang gagang laringoskop erat-erat dengan tangan kiri dan masukkan daun dari sudut kanan mulut penderita, dorong lidahnya ke kiri sehingga lapang pandangan tidak dihalangi oleh lidah yang menyembur melewati sisi terbuka daun laringoskop. Lindungi bibir dari cedera antara gigi dan laringoskop.
c.Masukkan pipa trakea dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut penderita sambil melihat melalui daun laringoskop. Perhatikan ujung pipa dan balon sewaktu melewati larings dan masukkan pipa lebih lanjut sehingga balon berada tepat di bawah larings.
d.Mintalah asisten memegang pipa pada sudut bibir penderita.
e.Segera kembangkan balon untuk mencegah aspirasi.
f.Keluarkan daun laringoskop dan masukkan pipa orofarings atau penahan gigitan.
g.Lakukan auskultasi kedua paru untuk menyingkirkan kemungkinan intubasi bronkus (biasanya bronkus kanan).
6.Plesterlah pipa endotrakea dengan baik pada muka penderita.

KRIKOTIROTOMI
Cara ini untuk nafas spontan baik dengan udara ataupun dengan oksigen, untuk ventilasi buatan dan penghisapan. Tindakan ini memerlukan kanula terbesar yang tersedia dan tidak menyebabkan cedera larings.
Pada orang dewasa diameter luar sebesar 6 mm, dan pada anak besar sebesar 3 mm. Pada anak kecil dan bayi, gunakanlah jarum no. 12 G.


B. tujuan  
        
        Membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh.
1.      Pemeriksaan Jalan Napas :

L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran

L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan

F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi penolong
       

Asuhan keperawatan klien dengan gangguan system kardiovaskuler

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL JANTUNG (HEART FAILURE)



1.   DEFINISI
Penyakit Gagal Jantung yang dalam istilah medisnya disebut dengan "Heart Failure atau Cardiac Failure", merupakan suatu keadaan darurat medis dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung seseorang setiap menitnya {curah jantung (cardiac output)} tidak mampu memenuhi kebutuhan normal metabolisme tubuh.
Gagal jantung kongestif terjadi sewaktu kontraktilitas jantung berkurang dan vetrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolic  akhir ventrikel secara progresif bertambah. (Elizabeth J. Corwin)
Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu lagi memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi untuk metabolisme jaringan tubuh, sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi.(http//:www,askepgagaljantung,com)
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju metabolic ( misalnya ;demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.(Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000)
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald )
Jadi gagal jantung adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana cardiac output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh) sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi, mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktilitas  jantung yang berkurang dan vetrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolic  akhir ventrikel secara progresif bertambah. Hal yang terjadi sebagai akibat akhir dari gangguan jantung ini adalah jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen pada sebagi organ.


2. EPIDEMIOLOGI
Insiden penyakit gagal jantung semakin meningkat sesuai dengan meningkatnya usia harapan hidup, salah satunya gagal jantung kronis sebagai penyakit utama kematian di negara industri dan negara-negara berkembang. Penyakit gagal jantung meningkat sesuai dengan usia, berkisar kurang dari l % pada usia kurang dari 50 tahun hingga 5% pada usia 50-70 Tahun dan 10% pada usia 70 tahun ke atas. Penyakit gagal jantung sangatlah buruk jika penyebab yang mendasarinya tidak segera ditangani, hampir 50% penderita gagal jantung meninggal dalam kurun waktu 4 Tahun. 50% penderita stadium akhir meninggal dalam kurun waktu 1 Tahun, di Indonesia prevalensi gagal jantung secara nasional belum ada sebagai gambaran di Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo Jakarta, pada tahun 2006 diruang rawat jalan dan inap didapat 3,23% kasus gagal jantung dari total 11,711 pasien, sedangkan di Amerika pada tahun 1999 terdapat kenaikan kasus gagal jantung dari 577.000 pasien menjadi 871.000 pasien. Gagal jantung merupakan penyebab kematian kardiovaskuler, dan kondisi seperti ini juga menurunkan kualitas hidup, karena itu peburukan akut pada gagal jantung kronik harus di cegah secara dini, pada lansia diperkirakan 10% pasien di atas 75 Tahun menderita gagal jantung, angka kematian pada gagal jantung kronik mencapai 50% dalam 5 tahun setelah pertama kali penyakit itu terdiagnosis, (Kompas, 9 juni 2007).

3. ETIOLOGI
Penyebab gagal jantung mencakup apapun yang menyebabkan peningkatan volume plasma sampai derajat tertentu sehingga volume diastolic akhir meregangkan serat-serat ventrikel melebihi panjang optimumnya. Penyebab tersering adalah cedera pada jantung itu sendiri yang memulai siklus kegagalan dengan mengurangi kekuatan kontraksi jantung. Akibat buruk dari menurunnya kontraktilitas, mulai terjadi akumulasi volume darah  di ventrikel. Penyebab gagal jantung yang terdapat di jantung antara lain :
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan :
       a.            Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
      b.            Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload) menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah ventrikel atau isi sekuncup.
       c.            Beban volume berlebihan-pembebanan diastolic (diastolic overload)
Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel meninggi. Prinsip Frank Starling ; curah jantung mula-mula akan meningkat sesuai dengan besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban terus bertambah sampai melampaui batas tertentu, maka curah jantung justru akan menurun kembali.
      d.            Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan kebutuhan yang berlebihan (demand overload)
Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung di mana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
       e.            Gangguan pengisian (hambatan input).
Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam ventrikel atau pada aliran balik vena/venous return akan menyebabkan pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
       f.            Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
      g.            Aterosklerosis Koroner
                Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
      h.            Hipertensi Sistemik / Pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung.
        i.            Peradangan dan Penyakit Miokardium
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
        j.            Penyakit jantung
Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
      k.            Faktor sistemik
Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas  elektrolit juga dapat menurunkan  kontraktilitas jantung.
Semua situasi diatas  dapat menyebabkan gagal jantung kiri atau kanan. Penyebab yang spesifik untuk gagal jantung kanan antara lain:
-          Gagal jantung kiri
-          Hipertensi paru
-          PPOM
4. Patofisiologi
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan oleh aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark Miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik/ pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhrinya terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokarium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan/ sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Gagal jantung dapat dimulai dari sisi kiri atau kanan jantung. Sebagai contoh, hipertensi sitemik yang kronis akan menyebabkan ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan melemah. Hipertensi  paru yang berlangsung lama akan menyebabkan ventrikel kanan mengalami hipertofi dan melemah. Letak suatu infark miokardium akan menentukan sisi jantung yang pertama kali terkena setelah terjadi serangan jantung.
Karena ventrikel  kiri yang melemah akan menyebabkan darah kembali ke atrium, lalu ke sirkulasi paru, ventrikel kanan  dan atrium kanan, maka jelaslah bahwa gagal jantung kiri akhirnya akan menyebabkan gagal jantung kanan. Pada kenyataanya, penyebab utama gagal jantung kanan adalah gagal jantung kiri. Karena tidak dipompa secara optimum keluar dari sisi kanan jantung, maka darah mulai terkumpul di sistem vena perifer. Hasil akhirnya adalah semakin berkurangnya volume darah dalam sirkulasi  dan menurunnya tekanan darah serta perburukan siklus gagal jantung.



5. KLASIFIKASI
Menurut derajat sakitnya:
1.   Derajat 1: Tanpa keluhan - Anda masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari-hari tanpa disertai kelelahan ataupun sesak napas
2.   Derajat 2: Ringan - aktivitas fisik sedang menyebabkan kelelahan atau sesak napas, tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun hilang
3.   Derajat 3: Sedang - aktivitas fisik ringan  menyebabkan kelelahan atau sesak napas, tetapi keluhan akan hilang jika aktivitas dihentikan
4.   Derajat 4: Berat - tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan pada saat istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika melakukan aktivitas walaupun aktivitas ringan.

Menurut lokasi terjadinya :
1.   Gagal jantung kiri
      Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong kejaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dispnea, batuk, mudah lelah, takikardi dengan bunyi jantung S3, kecemasan kegelisahananoreksia, keringat dingin, dan paroxysmal nocturnal dyspnea,ronki basah paru dibagian basal
2.   Gagal jantung kanan
      Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi : edema akstremitas bawah yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan cairan didalam rongga peritonium), anoreksia dan mual, dan lemah.

6.    Manifestasi  klinis
h       Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
h       Ortopnue yaitu sesak saat berbaring
h       Dipsneu on effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktifitas
h       Paroxymal noctural dipsneu (PND) yaitu sesak nafas tiba-tiba pada malam hari disertai batuk
h       Berdebar-debar
h       Lekas lelah
h       Batuk-batuk
h       Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk dan sesak nafas.
h       Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan penambahan berat badan.

7.      Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi ialah :
-          Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
-          Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata dari jantung.
-          Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.

8.      Pemeriksaan Fisik
1.      Auskultasi nadi apikal, biasanya terjadi takikardi (walaupun dalam keadaan berustirahat)
2.      Bunyi jantung, S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke atrium yang distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi / stenosis katup.
3.      Palpasi nadi perifer, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulsus alternan (denyut kuat lain dengan denyut lemah) mungkin ada.
4.      Tekanan darah
5.      Pemeriksaan kulit : kulit pucat (karena penurunan perfusi perifer sekunder) dan sianosis (terjadi sebagai refraktori Gagal Jantung Kronis). Area yang sakit sering berwarna biru/belang karena peningkatan kongesti vena

9.    Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1.      EKG (elektrokardiogram): untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung
EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.
2.      Echokardiogram: menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung. Sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.
3.      Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan cairan di paru-paru atau penyakit paru lainnya.
4.      Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type natriuretic peptide) yang pada gagal jantung akan meningkat.
5.      Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
6.      Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
7.      Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.

10.     Therapy
·         Diuretik: Untuk mengurangi penimbunan cairan dan pembengkakan
·         Penghambat ACE (ACE inhibitors): untuk menurunkan tekanan darah dan mengurangi beban kerja jantung
·         Penyekat beta (beta blockers): Untuk mengurangi denyut jantung dan menurunkan tekanan darah agar beban jantung berkurang
·         Digoksin: Memperkuat denyut dan daya pompa jantung
·         Terapi nitrat dan vasodilator koroner: menyebabkan vasodilatasi perifer dan penurunan konsumsi oksigen miokard.
·         Digitalis: memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan kontraksi, peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat, volume cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi dan ekskresi dan volume intravascular menurun.
·         Inotropik positif: Dobutamin adalah obat simpatomimetik dengan kerja beta 1 adrenergik. Efek beta 1 meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium (efek inotropik positif) dan meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif).
·         Sedati: Pemberian sedative untuk mengurangi kegelisahan bertujuan mengistirahatkan dan memberi relaksasi pada klien.
11.  Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung kongestif dengan sasaran :
1. 
Untuk menurunkan kerja jantung
2. Untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard
3. Untuk menurunkan retensi garam dan air.

a.      Tirah baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung dan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume intra vaskuler melalui induksi diuresis berbaring.
b.   Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
c.    Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema.
d.   Revaskularisasi koroner
e.    Transplantasi jantung
f.    Kardoimioplasti

12.  Pencegahan
Kunci untuk mencegah gagal jantung adalah mengurangi faktor-faktor risiko Anda. Anda dapat mengontrol atau menghilangkan banyak faktor-faktor risiko penyakit jantung - tekanan darah tinggi dan penyakit arteri koroner, misalnya - dengan melakukan perubahan gaya hidup bersama dengan bantuan obat apa pun yang diperlukan.

Perubahan gaya hidup dapat Anda buat untuk membantu mencegah gagal jantung meliputi:
  • Tidak merokok
  • Mengendalikan kondisi tertentu, seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi dan diabetes
  • Tetap aktif secara fisik
  • Makan makanan yang sehat
  • Menjaga berat badan yang sehat
  • Mengurangi dan mengelola stres

13.  Prognosis Gagal Jantung
Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi pada hari/ minggu-minggu pertama pasca lahir, misalnya sindrom hipoplasia jantung kiri, atresia aorta, koarktasio aorta atau anomali total drainase vena pulmonalis dengan obstruksi. Terhadap mereka, terapi medikmentosa saja sulit memberikan hasil, tindakan invasif diperlukan segera setelah pasien stabil. Kegagalan untuk melakukan operasi pada golongan pasien ini hampir selalu akan berakhir dengan kematian. (1,3)
  • Pada gagal jantung akibat PJB yang kurang berat, pendekatan awal adalah dengan terapi medis adekuat, bila ini terlihat menolong maka dapat diteruskan sambil menunggu saat yang bik untuk koreksi bedah. (1,4)
    Pada pasien penyakit jantung rematik yang berat yang disertai gagal jantung, obat-obat gagal jantung terus diberikan sementara pasien memperoleh profilaksis sekunder, pengobatan dengan profilaksis sekunder mungkin dapat memperbaiki keadaan jantung. (1)
Konsep dasar asuhan keperawatan

A.     Pengkajian
Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik . Karenanya diagnostik dan teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas.
1.        Aktivitas/istirahat
a.        Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,    insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b.       Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi,  tanda vital berubah pad aktivitas.
2.        Sirkulasi
a.        Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
b.       Tanda :
1)       TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
2)       Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
3)       Irama Jantung ; Disritmia.
4)       Frekuensi jantung ; Takikardia.
5)       Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah
6)       posisi secara inferior ke kiri.
7)       Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
8)       terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
9)       Murmur sistolik dan diastolic.
10)   Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
11)   Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
12)   kapiler lambat.
13)   Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
14)   Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
15)   Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting 
16)   khususnya pada ekstremitas.
3.        Integritas ego
a.        Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b.       Tanda      : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
4.        Eliminasi
Gejala            : Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.

5.        Makanan/cairan
a.        Gejala      : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
b.       Tanda      : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
6.        Higiene
a.        Gejala      : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
b.       Tanda      : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7.        Neurosensori
a.        Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b.       Tanda : Letargi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
8.        Nyeri/Kenyamanan
a.        Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.
b.       Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus  menyempit danperilaku melindungi diri.
9.        Pernapasan
a.        Gejala      : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
b.       Tanda      :
1)       Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.
2)       Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3)       Sputum :Merah muda/berbuih (edema pulmonal)
4)       Bunyi napas : Mungkin tidak terdengar.
5)       Fungsi mental: Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6)       Warna kulit : Pucat dan sianosis.
10.    Keamanan
Gejala  : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan/tonus otot.
11.    Interaksi sosial          
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
12.    Pembelajaran/pengajaran
a.        Gejala      : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat saluran kalsium.
b.       Tanda      : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan
B.      Diagnosa Keperawatan
1.        Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik.
2.        Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk, penumpukan secret.
3.        Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
4.        Gangguan pola nafas berhubungan dengan sesak nafas
5.        Penurunan perfusi jaringan behubungan dngan penurunan O ke organ
6.        Nyeri berhubungan dengan hepatomegali, nyeri abdomen.
7.        Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus, meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
8.        Gangguan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia & mual.
9.        Intoleran aktivitas berhubungan dengan fatigue
10.    Sindrom deficit perawatan diri berhubungan dengan sesak nafas
11.    Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pitting edema.
12.    Cemas berhubungan dengan sesak nafas, asites.

Rencana keperawatan

No.
Diagnosa keperawatan
Tujuan dan criteria hasil
Intervensi
Rasional
1.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik.
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung.
Kriteria hasil:
·         Melaporkan penurunan episode dispnea, angina.
·         Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung
1.      Auskultasi nadi apical, observasi frekuensi, irama jantung

2.      Catat bunyi jantung.






3.      Palpasi nadi nadi perifer







4.      Pantau TD


5.      Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.



6.      Tinggikan kaki, hindari tekanan pada bawah lutut.

7.      Berikan oksigen tambahan dengan nasal kanula atau masker sesuai indikasi.
1.   Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikuler.
2.   S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/ stenosis katup.
3.   Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, poplitea, dorsalis pedis dan postibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi, dan pulsus alternan (denyut kuat lain dengan denyut lemah) mungkin ada.

4.   Pada GJK dini, sedang atau kronis, TD dapat meningkat sehubungan dengan SVR.
5.   Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi, dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori GJK.
6.   Menurunkan stasis vena dan dapat menurunkan insiden thrombus atau pembentukan embolus.
7.   Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hypoxia atau iskemia.
2.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk, penumpukan secret.

Setelah diberikan askep diharapkan kepatenan jalan nafas pasien terjaga dengan
Kriteria hasil :
·  RR dalam batas normal
·  Irama nafas dalam batas normal
·  Pergerakan sputum keluar dari jalan nafas
·  Bebas dari suara nafas tambahan
1.         Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas, missal mengi, krekels, ronki.





2.         Pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi dan ekspirasi.

3.         Diskusikan dengan pasien untuk posisi yang nyaman misal peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
4.         Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir.

5.         Memberikan air hangat.
1.      Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/ tak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, misal penyebaran, krekels basah (bronchitis) ; bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema) atau tak nya bunyi nafas (asma berat).
2.      Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama distress.
3.      Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi .


4.      Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea.
5.      Hidrasi air membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran.

3.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien dapatMempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk
keperluan tubuh.

Kriteria hasil :
o   Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami sesak napas.
o    Tanda-tanda vital dalam batas normal
o  Tidak ada tanda-tanda sianosis.

1.      Kaji frekuensi,kedalaman pernafasan

2.      Tinggikan kepala tempat tidur,bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas.dorong nafas dalam secara perlahan sesuai dengan kebutuhan/toleransi individu.
3.      Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.


4.      Auskultasi bunyi nafas,catat area penurunan aliran udara /bunyi tambahan.
5.      Awasi tingkat kesadaran/status mental.selidiki adanya perubahan.
6.      Awasi tanda vital dan irama jantung


Kolaborasi
7.      Awasi /gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.







8.      Berikan oksigen tambahan yang sesuai  dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.



1.      Berguna dalam evaluasi derajat stress pernapasan/kronisnya proses penyakit.
2.      Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan jalan nafas u/ menurunkan kolaps jalan nafas,dispnea dan kerja nafas.



3.      Sianosis munkin perifer(terlihat pd kuku)/sentral(sekitar bibir/daun telinga). Keabu-abuan dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
4.      Bunyi nafas munkin redup karena penurunan aliran udara.

5.      Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.

6.      Takikardi,disritmia,dan perubahan TD dapat menunjukan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

7.      PaCO2 biasanya meningkat(bronchitis,emfisema) & PaO2 secara umum menurun,sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil/lebih besar.catatan:PaCO2“normal”/meningkat menandakan kegagalan pernafasan yang akan datang selama asmatik.
8.      Terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya penyelamatan hidup.
3.
Gangguan pola nafas berhubungan dengan sesak nafas
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkanPola nafas efektif dengan kriteria hasil RR Normal , tak ada bunyii nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu pernafasan. Dan GDA Normal.











1.      Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi, dan ekspansi dada.

2.      Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot Bantu nafas
3.      Auskultasi bunyi nafas dan catat bila ada bunyi nafas tambahan
4.      Kolaborasi pemberian Oksigen dan px GDA


5.      Pantau tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi, pernafasan).

1.      Mengetahui pergerakan dada simetris atau tidak.pergerakan dada tidak simetris mengindikasikan terjadinya gangguan pola nafas.
2.      Penggunaan otot bantu nafas mengindikasikan bahwa suplai O2tidak adekuat.
3.      Bunyi nafas tambahan menunjukkan

4.      Pasien dengan gangguan nafas membutuhkan oksigen yang adekuat.GDA untuk mengetahui konsentrasi Odalam darah.
5.       Tanda vital menunjukan keadaan umum pasien. Pada pasien dengan gangguan pernafasan TTV meningkat maka perlu dilakukan tindakan segera.
4.
Penurunan perfusi jaringan behubungan dngan penurunan O2 ke otak
Setelah diberikan asuhan keperawatan gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan di RS dengan kriteria hasil:
·      Daerah perifer hangat
·      Tak sianosis
·      Gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark
·      RR 16-24 x/ menit tak terdapat clubbing finger kapiler refill 3-5 detik, nadi 60-100x / menit. TD 120/80 mmHg
1.      Pantau TD, catat adanya hipertensi sistolik secara terus menerus dan tekanan nadi yang semakin berat.
2.      Pantau frekuensi jantung, catat adanya Bradikardi, Tacikardia atau bentuk Disritmia lainnya.
3.      Pantau pernapasan meliputi pola dan iramanya.



4.      Catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya
1.      Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
2.      Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernapasan. Namun, dispnea tiba-tiba/berlanjut.

3.      Normalnya autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat ada fluktuasi TD sistemik. Kehilangan autoregulasi dapat mengikuti kerusakan kerusakan vaskularisasi serebral lokal/menyebar.
4.      Perubahan pada ritme (paling sering Bradikardi) dan

5.
Nyeri berhubungan dengan hepatomegali, nyeri abdomen.

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri dada hilang atau terkontrol dengan KH:
·     Pasien mampu mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi.
Pasien menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak.
1.    Pantau atau catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk nonverbal, dan respon hemodinamik (meringis, menangis, gelisah, berkeringat, mencengkeram dada, napas cepat, TD/frekwensi jantung berubah).








2.    Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari pasien termasuk lokasi, intensitas (0-10), lamanya, kualitas (dangkal/menyebar), dan penyebarannya.
3.    Observasi ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina, atau nyeri IM. Diskusikan riwayat keluarga.

4.    Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera.







5.    Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan, dan tindakan nyaman (mis,,sprei yang kering/tak terlipat, gosokan punggung). Pendekatan pasien dengan tenang dan dengan percaya.
6.    Bantu melakukan teknik relaksasi, mis,, napas dalam/perlahan, perilaku distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi.
7.    Periksa tanda vital sebelum dan sesudah obat narkotik.



Kolaborasi :
8.    Berikan obat sesuai indikasi, contoh:
  • Antiangina, seperti nitrogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur).







  • Penyekat-B, seperti atenolol (tenormin); pindolol (visken); propanolol (inderal).







  • Analgesik, seperti morfin, meperidin (demerol)




  • Penyekat saluran kalsium, seperti verapamil (calan); diltiazem (prokardia).
1.      Variasi penampilan dan perilaku px karena nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian. Kebanyakan px dengan tampak sakit, distraksi, dan berfokus pada nyeri. Riwayat verbal dan penyelidikan lebih dalam terhadap faktor pencetus harus ditunda sampai nyeri hilang. Pernapasan mungkin meningkat senagai akibat nyeri dan berhubungan dengan cemas, sementara hilangnya stres menimbulkan katekolamin akan meningkatkan kecepatan jantung dan TD.
2.      Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus digambarkan oleh px. Bantu px untuk menilai nyeri dengan membandingkannya dengan pengalaman yang lain
3.      Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya, sesuai dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru, atau perikarditis.
4.      Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaran nyeri/memerlukan peningkatan dosis obat. Selain itu, nyeri berat dapat menyebabkan syok dengan merangsang sistem saraf simpatis, mengakibatkan kerusakan lanjut dan mengganggu diagnostik dan hilangnya nyeri.
5.      Menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi saat ini.
6.      Membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri. Memberikan kontrol situasi, meningkatkan perilaku positif.
7.      Hipotensi/depresi pernapasan dapat terjadi sebagai akibat pemberian narkotik. Masalah ini dapat meningkatkan kerusakan miokardia pada adanya kegagalan ventrikel.
Kolaborasi
8.      obat
·         Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek fasodilatasi koroner, yang meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi miokardia. Efek vasodilatasi perifer menurunkan volume darah kembali ke jantung (preload) sehingga menurunkan kerja otot jantung dan kebutuhan oksigen.

·         Untuk mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis, dengan begitu menurunkan TD sistolik dan kebutuhan oksigen miokard. Catatan: penyekat B mungkin dikontraindikasikan bila kontraktilitas miokardia sangat terganggu, karena inotropik negatif dapat lebih menurunkan kontraktilitas.
·         Dapat dipakai pada fase akut/nyeri dada berulang yang tak hilang dengan nitrogliserin untuk menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi dan mengurangi kerja miokard.
·         Efek vasodilatasi dapat meningkatkan aliran darah koroner, sirkulasi kolateral dan menurunkan preload dan kebutuhan oksigen miokardia. Beberapa diantaranya mempunyai properti antidisritmia.
6,
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus, meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.

Setela diberikan asuhan keperawatan diharapkanKeseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria hasil:
Mempertahankan keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh tekanan darah dalam batas normal, tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen, paru bersih dan berat badan ideal ( BB idealTB –100 ± 10 %)
  1. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.



  1. Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam.


  1. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.

  1. Pantau TD dan CVP (bila ada)






  1. Kolaborasi pemberian diuretic sepert furosemid (lasix, bumetanide (bumex).


1.      Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
2.       Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
3.       Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
4.       Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.

5.       Meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat reabsorpsi natrium/ klorida pada tubulus ginjal.
7.
Gangguan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia & mual.

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selam di RS,
RR Normal
Tak ada bunyii nafas tambahan
Penggunaan otot bantu pernafasan.
  1. Observasi kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.








  1. Auskultasi bunyi usus






  1. Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tissue.
  2.  Berikan makanan porsi kecil tapi sering
  3. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.


  1. Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin.
  2. Timbang berat badan sesuai indikasi
1.      Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat. Selain itu, banyak pasien PPOM mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun kegagalan pernapasan membuat status hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan kalori. Sebagai akibat, pasien sering masuk RS dengan beberapa derajat malnutrisi. Orang yang mengalami emfisema serig kurus dengan perototan kurang.

2.      Penurunan atau hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktifitas dan hipoksemia.
3.      Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual, muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
4.      Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
5.      Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dipsnea.
6.      Suhu ekstrem dapat mencetuskan / meningkatkan spasme batuk.
7.      Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

8.
Intoleran aktivitas berhubungan dengan fatigue

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan  Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria hasil  :
frekuensi jantung 60-100 x/ menit
TD 120-80 mmHg
1.         Kaji respon pasien terhadap aktifitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 kali permenit diatas frekuensi istirahat ; peningkatan TD yang nyata selama/ sesudah aktifitas (tekanan sistolik meningkat 40 mmHg atau tekanan diastolik meningkat 20 mmHg) ; dispnea atau nyeri dada;keletihan dan kelemahan yang berlebihan; diaforesis; pusing atau pingsan.
2.         Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi, mis; menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut atau menyikat gigi, melakukan aktifitas dengan perlahan.
3.         Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/ perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi, berikan bantuan sesuai kebutuhan
1.      Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon fisiologi terhadap stres aktivitas dan, bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktifitas.




2.      Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen


3.      Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Meberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.
9.
Sindrom perawatan diri berhubungan dengan sesak nafas
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan terdapat perilaku peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri dengan kriteria hasil :
·         klien tampak bersih dan segar
·         Klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai dengan batas kemampuan
klien dapat memenuhi kebutuhan toileting sesuai toleransi
1.      Observasi kemampuan  untuk melakukan kebutuhan sehari-hari


2.      Pertahankan dukungan,sikap yang tegas. Beri pasien waktu yang cukup untuk mengerjakan tugasnya.

3.      Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya.

4.      Berikan pispot di samping  tempat tidur bila tak mampu ke kamar mandi.
5.      Letakkan alat-alat makan dan alat-alat mandi dekat pasien.
6.      Bantu pasien melakukan perawatan dirinya apabila diperlukan.
1.   Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual.
2.   Pasien akan memerlukan empati tetapi perlu untuk mengetahui pemberi asuhan yang akan membantu pasien secara konsisten.
3.   Meningkatkan perasaan makna diri. Meningkatkan kemandirian, dan mendorong pasien untuk berusaha secara kontinu
4.   Memudahkan pasien untuk BAB/BAK

5.   Memudahkan pasien menjangkau alat-alat tersebut.
6.   Untuk membantu pasien memenuhi kebutuhan perawatan dirinya.
10.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pitting edema.

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan  kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil:
klien dapat Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Mempertahankan integritas kulit,
1.     Ubah posisi sering ditempat tidur/ kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/ aktif.
2.     Berikan perawatan kulit sering, meminimalkan dengan kelembaban/ ekskresi.
3.     Periksa sepatu kesempitan/ sandal dan ubah sesuai dengan kebutuhan.


4.     Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
5.     Pijat area kemerahan atau yang memutih

.
1.      Memperbaiki sirkulasi/ menurunkan waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
2.      Terlalu kering atau lembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan.

3.      Edema dependent dapat menyebabkan sepatu terlalu sempit, meningkatkan risiko tertekan dan kerusakan kulit pada kaki.
.
4.      Menurunkan tekanan pada kulit, dapat memperbaiki sirkulasi.



5.      Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.
Meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.


11.
Cemas berhubungan dengan sesak nafas, asites.


Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien menyatakan penurunan cemas dengan KH:
·         mengenal perasaannya
·         mengidentifikasi penyebab dan faktor yang mempengaruhinya secara tepat.
Mendemonstrasikan pemecahan masalah positif.
1.      Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/situasi. Dorong pasien mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, kehilangan, takut, dll.


2.      Catat adanya kegelisahan, menolak, dan/atau menyangkal (afek tak tepat atau menolak mengikuti program medis).
3.      Mempertahankan gaya percaya (tanpa keyakinan yang salah).


4.      Observasi tanda verbal/non verbal kecemasan pasien. Lakukan tindakan bila pasien menunjukkan perilaku merusak.


5.      Terima penolakan pasien tetapi jangan diberi penguatan terhadap penggunaan penolakan. Hindari konfrontasi.


6.      Orientasi pasien atau orang terdekat terhadap prosedur ruyin dan aktivitas yang diharapkan. Tingkatkan partisipasi bila mungkin.
7.      Jawab semua pertanyaan secara nyata. Berikan informasi konsisten; ulangi sesuai indikasi.

8.      Dorong pasien atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan seseorang, berbagi pertanyaan dan masalah.

.
9.      Kolaborasi
Berikan anticemas/hipnotik sesuai indikasi contoh, diazepam (valium); fluarazepam (dalmane); lorazepam (ativan).
1.      Koping terhadap nyeri dan trauma emosi IM sulit. Pasien dapat takut mati dan atau cemas tentang lingkungan. Cemas berkelanjutan (sehubungan dengan masalah tentang dampak serangan jantung pada pola hidup selanjutnya, masih tak teratasi dan efek penyakit pada keluarga).
2.      Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara derajat/ekspresi marah atau gelisah dan peningkatan resiko IM.

3.      Pasien dan orang terdekat dapat dipengaruhi oleh cemas/ketidaktenangan anggota tim kesehatan. Penjelasan yang jujur dapat menghilangkan kecemasan.
4.      Pasien mungkin tidak menunjukkan masalah secara langsung, tetapi kata-kata atau tindakan dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah. Intervensi dapat membantu pasien meningkatkan kontrol terhadap perilakunya sendiri.
5.      Menyangkal dapat menguntungkan dalam menurunkan cemas tetapi dapat menunda penerimaan terhadap kenyataan situasi saat ini. Konfrontasi dapat meningkatkan reasa marah dan meningkatkan penggunaan penyangkalan, menurunkan kerja sama, dan kemungkinan memperlambat penyembuhan.
6.      Perkiraan dan informasi dapat menurunkan kecemasan pasien.

7.      Informasi yang tepat tentang situasi menurunkan takut, hubungan yang asing antara perawat-pasien, dan membantu pasien/orang terdekat untuk menerima situasi secara nyata. Perhatian yang diperlukan mungkin sedikit, dan pengulangan informasi membantu penyimpanan informasi.
8.      Berbagi informasi membentuk dukungan/kenyamanan dan dapat menghilangkan tegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
9.      Membantu pasien/orang terdekat untuk mengidentifikasi tujuan nyata, juga menurunkan resiko kegagalan menghadapi kenyataan adanya keterbatasan kondisi/memacu penyembuhan
























EVALUASI

Diagnosa 1 :
·         Melaporkan penurunan episode dispnea, angina.
·         Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung

Diagnosa 2 :
·         RR dalam batas normal
·         Irama nafas dalam batas normal
·         Pergerakan sputum keluar dari jalan nafas
·         Bebas dari suara nafas tambahan

Diagnosa 3 :
·         RR Normal ,
·         Tak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu pernafasan.
·         GDANormal

Diagnosa4:
·         RR 16-24 x/ menit tak terdapat clubbing finger kapiler refill 3-5 detik, nadi 60-100x / menit.TD120/80mmHg
·         Daerah perifer hangat
·         Tak sianosis
·         Gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark

Diagnosa5:
·         Pasien mampu mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi.
·         Pasien menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak.

Diagnosa6:
·         Mempertahankan keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh tekanan darah dalam batas normal
·         Tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen
·         Paru bersih
·          Berat badan ideal ( BB idealTB –100 ± 10 %)

Diagnosa7:
·         Penggunaan otot bantu pernafasan.
·         RR Normal
·         Tak ada bunyii nafas tambahan

Diagnosa8:
·         Frekuensi jantung 60-100 x/ menit
·         TD 120-80 mmHg

Diagnosa9:
·         Klien tampak bersih dan segar
·         Klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai dengan batas kemampuan
·         Klien dapat memenuhi kebutuhan toileting sesuai toleransi

Diagnosa10:
·         Klien dapat Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
·         Mempertahankan integritas kulit,

Diagnosa11:
·        Mengenal perasaannya
·        Mengidentifikasi penyebab dan faktor yang mempengaruhinya secara tepat.
·        Mendemonstrasikan pemecahan masalah positif.