RJPO
A. Definisi.
· Resusitasi jantung paru (RJP) adalah upaya mengembalikan fungsi nafas dan atau sirkulasi yang berhenti oleh berbagai sebab dan boleh membantu memulihkan kembali kedua-dua fungsi jantung dan paru ke keadaan normal.
· Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian biologis
· Resusitasi jantung paru adalah cara untuk memfungsikan kembali jantung dan paru-paru (Wong, 2003).
B. Tujuan.
· Mengembalikan fungsi pernafasan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) atau henti jantung (cardiac arrest) pada orang dimana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab yang memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja kembali.
· Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi (nafas).
· Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkukasi (fungsi jantung) dan ventilasi (fungsi pernafasan/paru) pada pasien/korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui Cardio Pulmonary Resuciation (CPR) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP).
(http://ekaediawati.blogspot.com/2009/05/resusitasi-jantung-paru.html).
C. Peralatan.
Tidak menggunakan alat-alat.
D. Persiapan Pasien.
· Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
· Posisi pasien diatur terlentang datar.
· Baju bagian atas pasien di buka.
E. Langkah-langkah Tindakan/Prosedur.
1. Ketika menemukan korban, lakukanlah penilaian dini dengan memeriksa responnya melalui respon suara anda. Panggillah nama korban jika anda mengenalnya atau dengan cara mengguncang-guncang bahu korban (hati-hati bila curiga ada cedera leher dan tulang belakang).
2. Jika TIDAK ADA RESPON, untuk korban dewasa mintalah pertolongan pertama kali kepada orang disekeliling anda baru lakukan pertolongan. Pada bayi atau anak, lakukan pertolongan terlebih dahulu selama 1 menit baru minta bantuan. Hal ini karena umumnya pada bayi atau anak terjadi karena sebab lain sehingga biasanya pemulihannya lebih cepat.
3. Pada kondisi tidak respon ini, segera buka jalan nafas, tentukan fungsi pernafasan dengan cara ; lihat, dengar, dan rasakan (LDR) selama 3-5 detik. Jika ada nafas maka pertahankan jalan nafas dan segera lakukan posisi pemulihan atau melakukan pemeriksaan fisik.
4. Jika TIDAK ADA NAFAS, maka lakukan pemberian NAFAS BUATAN sebanyak 2X.
5. Kemudian periksa nadi karotis korban 5 - 10 detik, jika ada maka kembali ke no.3. Jika TIDAK ADA NADI, maka baru lakukan tindakan Pijat Jantung Luar atau Resusitasi Jantung Paru dengan jumlah rasio 30 kali kompresi dada : 2 kali tiupan nafas (satu penolong) atau 5 : 1 untuk (dua penolong). Ingat melakukan RJP ini hanya dilakukan ketika nadi tidak ada/tidak teraba.
6. Jika korban menunjukkan tanda-tanda pulihnya satu atau semua sistem maka tindakan RJP harus segera dihentikan atau hanya diarah ke sistem yang belum pulih saja. Biasanya yang paling lambat pulih adalah pernafasan spontan maka hanya dilakukan tindakan resusitasi paru (nafas buatan) saja.
* Catatan : Khusus untuk bayi yang baru lahir, rasio kompresi, dan nafas buatan adalah 3 : 1, mengingat dalam keadaan normal bayi baru lahir memiliki denyut nadi diatas 120 x/menit dan pernafasan mendekati 40 x/menit. Melakukan RJP yang baik bukan jaminan penderita akan selamat, tetapi ada hal-hal yang dapat dipantau untuk menentukan keberhasilan tindakan maupun pemulihan sistem pada korban diantaranya:
Ø Saat melakukan pijatan jantung luar suruh seseorang menilai nadi karotis, bila ada denyut maka berarti tekanan kita cukup baik.
Ø Gerakan dada terlihat naik turun dengan baik pada saat memberikan bantuan pernafasan.
Ø Reaksi pupil/manik mata mungkin akan kembali normal.
Ø Warna kulit korban akan berangsur-angsur membaik.
Ø Korban mungkin akan menunjukkan refleks menelan dan bergerak.
Ø Nadi akan berdenyut kembali.
* Resusitasi Jantung Paru dapat dihentikan apabila: korban pulih kembali.
ü Penolong kelelahan.
ü Diambil alih oleh tenaga yang sama atau yang lebih terlatih dimungkinkan juga dengan peralatan yang lebih canggih (seperti kejutan listrik).
ü Jika ada tanda pasti mati.
F. Pendokumentasian.
· Mencatat respon pasien.
· Mencatat reaksi pasien pada saat resusitasi jantung paru.
G. Komplikasi/ Bahaya yang Mungkin Terjadi.
· Fraktur iga dan sternum sering terjadi terutama pada orang tua, RJP tetap diteruskan walaupun terasa ada fraktur iga. Fraktur mungkin terjadi bila posisi tangan salah. : Pneumothorax, Hemothorax, Kontusio paru.
Laserasi hati dan limpa, posisi tangan yang terlalu rendah akan menekan procesus xipoideus ke arah hepar/limpa.
· Emboli lemak.
· Muntah dan aspirasi.
· Distensi lambung.
Terapi Listrik (Defibrilasi)
A. DEFIBRILASI
Defibrilasi adalah pengobatan yang menggunakan aliran listrik dalam waktu yang singkat secara asinkron.
Indikasi
1. VF
2. VT tanpa nadi
3. VT polymorphyc yang tidak stabil
Defibrilasi harus dilakukan sedini mungkin dengan alasan :
1. Irama yang didapat pada permulaan henti jantung umumnya adalah ventrikel fibrilasi (VF)
2. Pengobatan yang paling efektif untuk ventrikel fibrilasi adalah defibrilasi.
3. Makin lambat defibrilasi dilakukan, makin kurang kemungkinan keberhasilannya.
4. Ventrikel fibrilasi cenderung untuk berubah menjadi asistol dalam waktu beberapa menit.
Alat yang dipergunakan
1. Defibrilator
Defibrilator adalah alat yang dapat memberikan shock listrik dan dapat menyebabkan depolarisasi sementara dari jantung yang denyutnya tidak teratur, sehingga memungkinkan timbulnya kembali aktifitas listrik jantung yang terkoordinir. Enerji dialirkan melalui suatu elektrode yang disebut paddle. Defibrilator diklasifikasikan menurut 2 tipe bentuk gelombangnya yaitu monophasic dan biphasic. Defibrilator monophasic adalah tipe defibrilator yang pertama kali diperkenalkan, defibrilator biphasic adalah defibrilator yang digunakan pada defibrilator manual yang banyak dipasarkan saat ini.
2. Jeli
Jeli digunakan untuk mengurangi tahanan dada dan membantu menghantarkan aliran listrik ke jantung, jeli dioleskan pada kedua paddle.
Energi
Untuk VF dan VT tanpa nadi, energi awal 360 joule dengan menggunakan monophasic deflbrilator, dapat diulang tiap 2 menit dengan energi yang sama, jika menggunakan biphasic deflbrilator energi yang diperlukan berkisar antara 120 - 200 joule.
Prosedur defibrilasi
1. Nyalakan deflbrilator
2. Tentukan enerji yang diperlukan dengan cara memutar atau menggeser tombol enerji
3. Paddle diberi jeli secukupnya.
4. Letakkan paddle dengan posisi paddle apex diletakkan pada apeks jantung dan paddle sternum diletakkan pada garis sternal kanan di bawah klavikula.
5. Isi (Charge) enerji, tunggu sampai enerji terisi penuh, untuk mengetahui enerji sudah penuh, banyak macamnya tergantung dari defibrilator yang dipakai, ada yang memberi tanda dengan menunjukkan angka joule yang diset, ada pula yang memberi tanda dengan bunyi bahkan ada juga yang memberi tanda dengan nyala lampu.
6. Jika enerji sudah penuh, beri aba-aba dengan suara keras dan jelas agar tidak ada lagi anggota tim yang masih ada kontak dengan pasien atau korban, termasuk juga yang mengoperatorkan defibrilator, sebagai contoh:
"Enerji siap "
"Saya siap "
"Tim lain siap"
7. Kaji ulang layar monitor defibrillator, pastikan irama masih VF/VT tanda nadi, pastikan enerji sesuai dengan yang diset, dan pastikan modus yang dipakai adalah asinkron, jika semua benar, berikan enerji tersebut dengan cara menekan kedua tombol discharge pada kedua paddle. Pastikan paddle menempel dengan baik pada dada pasien (beban tekanan pada paddle kira-kira 10 kg).
8. Kaji ulang di layar monitor defibrilator apakah irama berubah atau tetap sama scperti sebelum dilakukan defibrilasi, jika berubah cek nadi untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan RJP, jika tidak berubah lakukan RJP untuk selanjutnya lakukan survey kedua.
Automated External Defibrilator (AED)
AED adalah sebuah defibrilator yang bekerja secara komputer yang dapat :
1. Menganalisa irama jantung seorang korban yang mengalami henti jantung.
2. Mengenal irama yang dapat dilakukan tindakan defibrilasi ( shock)
3. Memberikan petunjuk pada operator ( dengan memperdengarkan suara atau dengan indikator cahaya)
AED digunakan jika korban mengalami henti jantung :
1. Tidak berespon
2. Tidak bernafas
3. Nadi tidak teraba atau tanda - tanda sirkulasi lain
Elektroda adhesif ditempatkan pada dada korban dan disambungkan ke mesin AED, paddle elektroda mempunyai 2 fungsi yaitu :
1. Menangkap sinyal listrik jantung dan mengirimkan sinyal tersebut ke komputer.
2. Memberikan shock melalui elektroda jika terdapat indikasi.
B. KARDIOVERSI
Kardioversi adalah pengobatan yang menggunakan aliran listrik dalam waktu singkat secara sinkron.
Indikasi
1. Ventrikel Takikardi
2. Supra Ventrikel Takikardi
3. Atrial flutter
4. Atrial Fibrilasi
Alat yang dipergunakan
1. Defibrilator yang mempunyai modus sinkron
2. Jeli
3. Troli emergensi, terutama alat bantu napas
4. Obat-obat analgetik dan sedatif
5. Elektrode EKG
Energi
Enerji awal untuk SVT dan Atrial Flutter adalah 50 joule, apabila tidak berhasil enerji dapat dinaikan menjadi 100 joule, 200 joule, 300 joule dan 360 joule.
Untuk VT monomorphic dan Atrial Fibrilasi, enerji awal adalah 100 jule dan dapat dinaikan sampai 360 joule.
Sedangkan untuk VT polymorphic besarnya energi dan modus yang dipakai sama dengan yang digunakan pada tindakan defibrilasi
Prosedur
Prosedur tindakan kardioversi sama dengan tindakan deflbrilasi, hanya pada saat menekan tombol discharge kedua tombol tersebut harus ditekan agak lama, karena modul yang dipakai adalah modul sinkron dimana pada modul ini energi akan dikeluarkan (diberikan ) beberapa milidetik setelah defibrilator tersebut menangkap gelombang QRS. jika deflbrilator tidak dapat menangkap gelombang QRS enerji tidak akan keluar. Pasien dengan takikardi walaupun mungkin keadaannya tidak stabil akan tetapi kadang pasiennya masih sadar, oleh sebab itu jika diperlukan tindakan kardioversi, maka pasien perlu diberikan obat sedasi dengan atau tanpa analgetik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar